ANALISIS DATA Heat Treatment
Pengerasan
Baja Karbon
Material Baja karbon tinggi dan baja
karbon rendah keduanya dipanaskan pada temperatur 8000 C dan
waktunya 30 menit kemudian di quenching. Didapat hasil kekerasan sebagai
berikut
Fe-C
|
||||
Nomor
|
Temperatur (0C)
|
t (menit)
|
Kekerasan Awal
|
Kekerasan akhir
|
LCS
|
100
|
30
|
21.4 HRA
|
28.9 HRA
|
HCS
|
800
|
30
|
9.9 HRC
|
49
|
Dari
data tersebut dapat diketahui bahwa kekerasan kedua baja tersebut meningkat
setelah mengalami pemanasan selama 30 menit di temperatur 800°C dan
diquenching.
Hal ini karena saat kedua baja karbon ini berada pada temperatur
800°C akan berada pada fasa austenit sehingga fasa ferit berubah menjadi fasa
austenit. Temperaturnya ditahan pada 8000C selama 30 menit hal ini
dilakukan agar fasa austenit yang terjadi yang homogen. Setelah itu didinginkan
dengan cepat melalui media air secara dicelup , hal ini bertujuan agar waktu
pendinginannya cepat, akibat dari
pendinginan cepat tersebut terbentuklah fasa martensit. Martensit ini terjadi
karena pada saat didinginkan dengan cepat, atom – atomnya belum sempat
berdifusi, sehingga atom C akan mengalami mekanisme geser mengisi rongga
oktahedral dan tetrahedral dari sel satuan FCC atom Fe. Efek dari interstisi
atom C pada Fe yang menghalangi pergerakan dislokasi dan sel satuan yang
berubah menjadi BCT yang memiliki slip plane sedikit menjadikan baja karbon
bersifat semakin keras.
Perubahan
kenaikan kekerasannya baja karbon rendah
mengalami peningkatan yang lebih rendah dibandingkan baja karbon tinggi. hal
ini terjadi karena semakin sedikit kandungan C maka
kecepatan untuk membentuk martensit harus semakin cepat artinya waktu
pendinginannya pula harus semakin cepat. Hal ini berakibat, pada perbandingan
baja karbon rendah dan tinggi untuk waktu pendinginan yang
sama maka akan lebih banyak martensit yang terbentuk pada baja karbon tinggi
dari pada baja karbon rendah.
Precipitation Hardening Al – Cu
Al-CU
|
||||
Nomor
|
Temperatur (0C)
|
t (menit)
|
HRE awal
|
HRE akhir
|
1
|
200
|
10
|
82.9
|
86.2
|
2
|
200
|
30
|
82.9
|
77.9
|
3
|
200
|
60
|
82.9
|
89
|
4
|
200
|
120
|
82.9
|
10
|
Data
di atas diperoleh melalui pemanasan Al – Cu pada temperatur 200°C. Dari data
percobaan di atas, Al – Cu yang mengalami kekerasan adalah yang bernomor 1. Pengerasan pada presipition hardening Al – Cu ini
terjadi akibat munculnya presipitat yang terbentuk pada saat pemanasan larutan
super saturated solid solution. Presipitat ini akan menghalangi pergerakan
dislokasi, sehingga dapat meningkatkan kekerasan material
Pada Al – Cu nomor 2 justru terjadi penurunan kekerasan. Hal ini
seharusnya tidak terjadi, Kemungkinan penurunan kekerasan material ini
disebabkan karena kekerasan material yang tidak seragam, sehingga terjadi kesalahan
pengukuran harga kekerasan saat di awal dan di akhir pengukuran. Karena asumsi
semua semua material Al-Cu dianggap kekerasanya sama.
Pada Al-Cu 3 terjadi peningkatan
kekerasan hal ini terjadi karena Al-Cu mengalami precipitation hardening .
Peningkatan kekerasan akan mencapai maksimal pada titik tertentu . Setelah melewati titik tersebut , Al-Cu akan mengalami penurunan
kekerasan.
Pada
Al-Cu 4 terjadi penurunan kekerasan hal ini terjadi karena AL-Cu mengalami
overaging. Pada proses aging untuk temperatur lama akan mencapai kekerasan
maksimal setelah itu akan mengalami penurunan kekerasan hal inlah yang disebut
overaging
Terlihat pada
gambar
Rekristalisasi Tembaga (Cu)
Tembaga
|
||||
Nomor
|
Temperatur (0C)
|
t (menit)
|
HRH awal
|
HRH akhir
|
1
|
800
|
120
|
72.5
|
79
|
2
|
400
|
15
|
72.5
|
58
|
3
|
400
|
30
|
72.5
|
24.5
|
4
|
400
|
45
|
72.5
|
81
|
5
|
400
|
60
|
72.5
|
78
|
6
|
100
|
90
|
72.5
|
92.5
|
Dari
data percobaan di atas, pada temperatur 400 ° C tembaga
seharusnya
mengalami penurunan
harga kekerasan. Hal ini dikarenakan pada temperatur ≥ 400oC tembaga
telah mengalami proses rekristalisasi. Proses ini diawali dengan recovery, di
mana terjadi difusi atom karena temperatur tinggi sehingga terjadi pengurangan
dislokasi dan internal stress. Kemudian dilanjutkan tahap rekristalisasi, di
mana terbentuk butir baru yang bebas internal energi akibat adanya beda energi
antara butir yang memiliki internal stress. Kemudian dilanjutkan dengan grain
growth, di mana butir tumbuh menjadi lebih besar, pertumuhan ukuran butir ini menyebabkan pengurangan
tegangan.
Peningkatan kekerasan pada temperatur 400°C disebabkan tidak adanya
pengukuran setiap spesimen pada praktikum sehingga praktikan tidak mengetahui
nilai kekerasan awal spesimen sebenarnya.
Data literatur menunjukkan temperatur rekristalisasi
tembaga berada pada 250 - 400°C (http://www.scribd.com/doc/30653813/33/Mekanisme-Pelunakan-Pada-Pengerjaan-Panas)
Jika
dilihat Cu nomor 1 dipanasi sampai temperature 800°C
butir sudah mengalami grain growth sehingga
kekerasannya menurun. Sedangkan pada saat ditemperatur 100°C tembaga masih melakukan recovery sehingga kekerasannya tidak terlalu
berubah.
KESIMPULAN dan SARAN
1.
Kesimpulan
Pada pengerasan baja
karbon menggunakan metode pendinginan cepat terjadi
perubahan fasa austenite menjadi martensit. Fasa martensit inilah yang
menyebabkan kekerasan baja karbon meningkat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kekerasan pada logam dengan
metode pendinginan cepat adalah persen karbon,
temperatur pemanasan, dan laju
pendinginan.
Pengerasan pada paduan
Al-Cu saat precipitation hardening terjadi karena adanya presipitat yang
berkumpul pada satu tempat sehingga
menghalangi dislokasi dan menyebabkan kekerasan meningkat.
Jika Al aging
terlalu lama maka akan mengalami overaging yang menyebabkan penurunan kekerasan.
2. Saran
Pada saat praktikum , semua praktikan
melihat prosesnya agar dapat dipahami lebih baik.
kunjungan hangat.. kunjung balik ya. jangan lupa follownya.. :D
BalasHapus